skip to main | skip to sidebar

maubacabaewis

Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’?

Recent Comments

Introduction

Recent Posts

  • Home
    • Tentang Saya
    • Motivasi
      • Mendapatkan Hidayah
      • Download Film PKI
      • Kau Harus Trima
      • Tips Mendapatkan Teman
      • Meningkatkan Kualitas Diri
      • Foto 4 x 6 Ayah
      • Surat Dari Ibu
      • Massa Puber Bikin Keder
      • Ada Apa Dengan Saya
    • Parse Kode
      • Dunia ISLAM
        • Kisah Inspiratif
        • Al-farisi 1
          • Al-farisi 2
          • Al-farisi 3
          • Al-farisi 4
          • Al-farisi Trakhir
        • Artikel Menarik
          • Kisah Mualaf Australia
          • Kisah Mualaf Rusia
          • Hukum Sarung Balapan
          • Pengertian Wahabi
          • Sepucuk Surat Dari Ibu
          • Pentingnya Shaf Shlat
          • Definisi Gelas Syahid
          • Pencetus Anti Masjid
          • Mantan Pendeta Militan
          • GMT Dunia Sebenarnya
          • Membuat graffiti Online
      • Trik Jituh
        • Belajar Hacking Website
        • Bikin Jaringan Kompter
        • Trik Nelpon Gratis
        • Membuat VIRUS genit
        • IDM Full Verson
        • Shutdown Komputer
        • Foto Sampul FB Keren
        • Tips Intervw Sukses
        • Menghapus Shurcut
        • Warnet Gratisan
        • Mengenal Peralatan Sablon
        • Membuat Email Unik
        • Cara Hack Billing
        • Membuat Film Sablon
        • Rahasia Curhatan HRD
        • Instal Ulang Laptop Unik
        • Memperbaiki CrashFlash
        • Jebol Instal-Block
        • Download Ilmu ISLAM
        • Instal Ulang Komputer
        • Background Driver Keren
        • Mempercepat Internet
        • Boom SMS Gratis
        • Memblokir Situs Porno
        • Memperbaiki windows
        • Merubah Word ke PDF
        • Mengetahui IP Komputer
        • Jaringan WarNet
        • Download IDM Full Patch
      • Tutorial Blog
        • Membuat ALT Otomatis
        • Membuat Recent Post
        • Koneksi Super Cepat
        • Cara Pasang Iklan Di Blog
        • Membuat Read More Blog
        • Membuat YM di Blogspot
        • Bikin Readmore Gambar
        • Anti Klik Kanan
        • Membuat Kotak Admin
        • Cara Blog Terindex Google
        • Download Ebook PHB
        • Download Ebook PHB
        • Membuat Scroll Arsip
        • Membuat Cursor Bintang
        • Membuat Blog Gratis
        • Widget Auto Ping
        • Membuat kursor Keren
        • Mengatur Warna
        • Mencari Kode HTML
      • Biografi Tokoh
        • Jose Mourinho
        • Permusuhan Barca
        • B.j Habibie
        • Ibnu Taimiyah
        • Bill Gates
        • Presiden Soekarno
        • Hacker Indonesia
      • Sejarah Kota Cirebon

        Anda Pengunjung Ke

        Indahnya Saling Berbagi

        http://maubacabaewis.blogspot.com/

        Save Palestina

        http://maubacabaewis.blogspot.com/

        Ganti Background Blog ini

        http://maubacabaewis.blogspot.com/

        Kumpulan Radio 'Ilmiah

        Paling Banyak Dibaca

        • Belajar Hacking Website Untuk Pemula
          Pengenalan Hacking Hacking merupakan sebuah seni yang bisa di bilang mempunyai kedua kekuatan antara white hacking dan black ha...
        • Download Gratis Film Dokumenter G 30 S PKI
          Cerita film ini adalah versi resmi pemerintah Orde Baru tentang peristiwa yang terjadi pada malam 30 September dan pagi 1 Oktober...
        • Cara gampang membuat film sablon kaos dengan CorelDraw
          Pada postingan berikut ini Angali Baewis mengajak belajar bersama bagaimana cara membuat film sablon kaos sekaligus menjawab pertan...
        • Mengenal Peralatan Sablon Bagi Pemula
          Pengenalan Alat dan Bahan Sablon / Talang 1. Screen Screen / Talang adalah media yang dipake untuk mengantarkan ...
        • Sofware Keygen CorelDraw X4 Terbaru
          Alhamdulillah akhirnya saya bisa men-ziarahi (mengunjungi) dan bisa memposting ilmu lagi di Blog kesayangan saya ini, maklum.. akhir-a...

        About Me

        My Photo
        Ali Bws
        Aku memang bukanlah yang terbaik tapi apa salahnya menjadi yang terbaik bagi diriku dan sunggguh aku akan berusaha untuk mewujudkan itu semua, Amieen...
        View my complete profile

        Blog Archive

        • ►  2013
          • ►  August
          • ►  July
          • ►  June
          • ►  May
          • ►  April
          • ►  March
          • ►  February
          • ►  January
        • ▼  2010
          • ►  September
          • ►  August
          • ▼  July
            • Awas Bahaya Kehilangan Motivasi Kerja
            • Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang te...
            • Sepucuk Surat Untuk Hati Kecil yang Berduka Bersedih
            • TRIK NELFON GRATIS GSM DAN CDMA
            • Kau Harus Bisa Terima

        Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’?

        Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya: 
        Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’? 

        Maka beliau menjawab dengan mengatakan: 
        Tidak boleh bagi kita untuk menyatakan persaksian bagi orang tertentu bahwa dia adalah syahid, walaupun dia terbunuh dalam keadaan terzhalimi, atau terbunuh dalam keadaan membela al-haq, sesungguhnya tidak boleh bagi kita untuk mengatakan bahwa ‘si fulan syahid’. Berbeda dengan sikap yang dilakukan oleh manusia pada masa-masa sekarang, ketika mereka menganggap enteng dan bermudah-mudahan dalam memberikan persaksian seperti ini, serta menganggap bahwa setiap orang yang terbunuh -walaupun terbunuh karena fanatisme jahiliyyah (membela kelompoknya)-, maka mereka namai sebagai orang yang syahid. Ini adalah haram, karena perkataan anda tentang seseorang yang terbunuh: ‘dia adalah syahid’, merupakan persaksian yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya pada hari kiamat, anda akan ditanya: ‘apakah anda memiliki ilmu bahwa dia terbunuh sebagai syahid?’

        Oleh karena itulah, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

        ما من مكلوم يكلم في سبيل الله والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما ، اللون لون الدم ، والريح ريح المسك.

        “Tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas di dalamnya)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma misik.”

        Maka perhatikanlah sabda nabi sallallahu ‘alaihi wasallam: “Dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya”, karena sebagian manusia bisa jadi yang nampak pada dia adalah berperang untuk meninggikan kalimat Allah, akan tetapi Allah mengetahui apa yang ada di hatinya, bahwasa hatinya menyelisihi apa yang nampak dari perbuatanya.

        Dan inilah sebuah bab yang diletakkan oleh Al-Bukhari rahimahullah atas permasalahan tersebut di dalam kitab shahih beliau, beliau rahimahullah berkata: “Bab tentang tidak bolehnya mengatakan: ‘si fulan syahid” karena sumber dari sebuah persaksian adalah apa yang terdapat di dalam hati, dan tidak ada yang mengetahui apa yang ada di hati kecuali Allah ‘azza wajalla.

        Niat adalah sesuatu hal yang agung, berapa banyak dari dua orang yang melakukan amalan yang sama namun perbandingan nilainya (dari amalan yang dilakukan keduanya) sangat jauh berbeda bagaikan langit dan bumi, yang demikian itu disebabkan niat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

        إنما الأعمال بالنيات ، وإنما لكل امرئ ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه.

        “Sesungguhnya setiap amalan-amalan itu tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena urusan duniawi yang ingin dia dapatkan, atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan darinya.”

        Wallahu a’lam.

        Fadhilatu Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga ditanya tentang hukum mengatakan: ‘si fulan syahid’.

        Maka beliau menjawab dengan mengatakan:

        Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa persaksian terhadap seseorang bahwa dia syahid, ada dua bentuk:

        Yang pertama: persaksian yang diberikan dengan sifat/keadaan tertentu, misalnya mengatakan: ‘setiap orang yang terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid’, ‘barang siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid’, dan ‘barang siapa yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, maka dia syahid’, dan yang semisal itu (tidak menyebutkan si fulan syahid, si fulan syahid dengan menyebut orang/namanya langsung, pent), maka ini diperbolehkan sebagaimana yang telah disebutkan dalam nash-nash (dalil-dalil syar’i).

        Hal ini dibolehkan karena anda bersaksi terhadap sesuatu yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (dalam hadits-haditsnya yang shahih). Dan yang kami (Asy-Syaikh) maksudkan dengan perkataan kami ‘boleh‘, adalah bahwasanya hal itu tidak dilarang, walaupun sebenarnya persaksian seperti itu hukumnya wajib dalam rangka membenarkan berita yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

        Yang kedua: persaksian syahid yang diberikan kepada orang tertentu secara langsung, misalnya anda mengatakan tentang seseorang dengan menyebutkan: ‘si fulan syahid’, maka ini tidak boleh kecuali bagi orang yang dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau umat ini bersepakat atas persaksian baginya bahwa dia syahid. Dan Al-Bukhari rahimahullah telah menyebutkan bab tentang permasalahan ini dengan perkataanya: ‘Bab tidak boleh mengatakan si fulan syahid’.

        Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al-Fath (Fathul Bari) VI/90: “Yaitu (tidak bolehnya mengatakan si fulan syahid) dengan memastikan hal itu, kecuali dengan wahyu.”

        Nampaknya beliau mengisyaratkan kepada hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau berkhuthbah dengan mengatakan:

        تقولون في مغازيكم فلان شهيد ، ومات فلان شهيدا ولعله قد يكون قد أوقر رحالته ، إلا لا تقولوا ذلكم ولكن قولوا كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ، من مات في سبيل الله ، أو قتل فهو شهيد.

        “Kalian mengatakan dalam peperangan kalian bahwa si fulan syahid, si fulan telah meninggal sebagai syahid dan mungkin saja dia telah memenuhi tunggangannya dengan beban yang banyak. Ketahuilah! Jangan kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: ‘barangsiapa yang meninggal dunia atau terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid’.”

        Ini adalah hadits hasan yang dikeluarkan oleh Ahmad, Sa’id bin Manshur, dan selain keduanya dari jalan (sanad) Muhammad bin Sirin dari Abul ‘Ajfa’ dari ‘Umar.” -selesai perkataan beliau-.

        Dan juga (larangan mepersaksikan bahwa si fulan syahid) karena persaksian terhadap sesuatu itu tidaklah tepat kecuali dengan ilmu. Syarat seseorang dikatakan syahid adalah ketika dia berperang (dengan niat) untuk meninggikan kalimat Allah. Dan seperti ini adalah niat yang sifatnya bathin (tidak nampak), dan tidak ada jalan sedikitpun (bagi manusia) untuk mengetahui apa yang diniatkan oleh seseorang.

        Oleh karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda -mengisyaratkan hal yang demikian-:

        مثل المجاهد في سيبل الله ، والله أعلم بمن يجاهد في سبيله …

        “Permisalan orang yang berjihad di jalan Allah -dan Allah Maha Mengetahui siapa yang benar-benar berjihad di jalan-Nya- …”

        Dan sabdanya:

        والذي نفسي بيده لا يكلم أحد في سبيل الله ، والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما اللون لون الدم ، والريح ريح المسك.

        “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas di dalamnya)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma misik.”

        Dua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari shahabat Abu Hurairah.

        Akan tetapi barangsiapa yang secara zhahir (nampak) baik, maka kita berharap kebaikan bagi dia, namun tidak kemudian kita memberikan persaksian bahwa dia syahid, dan tidak pula berburuk sangka padanya, sikap berharap (kebaikan untuk dia) adalah sikap yang berada di antara dua sikap (yang berlawanan, yaitu sikap bermudah-mudahan dalam memvonis seseorang sebagai syahid dan sikap berburuk sangka).

        Namun tindakan kita terhadap seseorang (yang meninggal di jalan Allah) di dunia ini adalah memperlakukannya sama dengan hukum (perlakuan) terhadap para syuhada’. Jika dia terbunuh ketika jihad fi sabilillah, maka dia dimakamkan beserta dengan darah dan pakaian yang dia kenakan ketika itu, serta tidak dishalati. Dan jika dia meninggal karena sebab yang lainnya (selain berperang fi sabilillah), namun meninggal karena sesuatu yang bisa menjadikan dia tergolong syahid[1], maka dia tetap dimandikan, dikafani, dan dishalati.

        Dan juga (larangan mempersaksikan bahwa si fulan syahid) karena kalau seandainya kita mempersaksikan bahwa si fulan syahid, maka persaksian itu akan mengharuskan persaksian bahwa dia termasuk penghuni Al-Jannah (surga). Ini adalah hal yang menyelisihi prinsip Ahlussunnah, karena mereka (Ahlussunnah) itu tidaklah mempersaksikan bahwa seseorang termasuk penghuni al-jannah kecuali bagi orang yang memang telah dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (bahwa dia adalah penghuni al-jannah), baik itu persaksian dengan menyebutkan sifat (secara umum)[2] maupun persaksian terhadap individu tertentu[3].

        Sebagian ulama berpendapat tentang bolehnya juga memberikan persaksian seperti ini (bahwa si fulan syahid) bagi orang yang memang umat ini telah bersepakat terhadap pujian kepadanya. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’ala.

        Dari sini, telah nampak jelas bahwasanya tidak diperbolehkan bagi kita untuk memberikan persaksian terhadap seseorang bahwa dia adalah syahid kecuali dengan adanya nash (dalil) atau adanya kesepakatan umat atas hal ini. Akan tetapi, barangsiapa yang secara zhahir (nampak) dia adalah baik, maka kita berharap kebaikan baginya sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Dan ini sudah cukup untuk menunjukkan keutamaan dia, adapun (apa yang ada di dalam hatinya), maka yang mengetahui hanyalah Sang Penciptanya subhanahu wata’ala saja.


        Oleh karena itulah, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

        ما من مكلوم يكلم في سبيل الله والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما ، اللون لون الدم ، والريح ريح المسك.
        “Tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas di dalamnya)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma misik.”
        Maka perhatikanlah sabda nabi sallallahu ‘alaihi wasallam: “Dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya”, karena sebagian manusia bisa jadi yang nampak pada dia adalah berperang untuk meninggikan kalimat Allah, akan tetapi Allah mengetahui apa yang ada di hatinya, bahwasa hatinya menyelisihi apa yang nampak dari perbuatanya. 

        Dan inilah sebuah bab yang diletakkan oleh Al-Bukhari rahimahullah atas permasalahan tersebut di dalam kitab shahih beliau, beliau rahimahullah berkata: “Bab tentang tidak bolehnya mengatakan: ‘si fulan syahid” karena sumber dari sebuah persaksian adalah apa yang terdapat di dalam hati, dan tidak ada yang mengetahui apa yang ada di hati kecuali Allah ‘azza wajalla. 

        Niat adalah sesuatu hal yang agung, berapa banyak dari dua orang yang melakukan amalan yang sama namun perbandingan nilainya (dari amalan yang dilakukan keduanya) sangat jauh berbeda bagaikan langit dan bumi, yang demikian itu disebabkan niat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

        إنما الأعمال بالنيات ، وإنما لكل امرئ ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه.
        “Sesungguhnya setiap amalan-amalan itu tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena urusan duniawi yang ingin dia dapatkan, atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan darinya.”
        Wallahu a’lam. 

        Fadhilatu Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga ditanya tentang hukum mengatakan: ‘si fulan syahid’.
        Maka beliau menjawab dengan mengatakan: 

        Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa persaksian terhadap seseorang bahwa dia syahid, ada dua bentuk:
        Yang pertama: persaksian yang diberikan dengan sifat/keadaan tertentu, misalnya mengatakan: ‘setiap orang yang terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid’, ‘barang siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid’, dan ‘barang siapa yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, maka dia syahid’, dan yang semisal itu (tidak menyebutkan si fulan syahid, si fulan syahid dengan menyebut orang/namanya langsung, pent), maka ini diperbolehkan sebagaimana yang telah disebutkan dalam nash-nash (dalil-dalil syar’i). 

        Hal ini dibolehkan karena anda bersaksi terhadap sesuatu yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (dalam hadits-haditsnya yang shahih). Dan yang kami (Asy-Syaikh) maksudkan dengan perkataan kami ‘boleh‘, adalah bahwasanya hal itu tidak dilarang, walaupun sebenarnya persaksian seperti itu hukumnya wajib dalam rangka membenarkan berita yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

        Yang kedua: persaksian syahid yang diberikan kepada orang tertentu secara langsung, misalnya anda mengatakan tentang seseorang dengan menyebutkan: ‘si fulan syahid’, maka ini tidak boleh kecuali bagi orang yang dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau umat ini bersepakat atas persaksian baginya bahwa dia syahid. Dan Al-Bukhari rahimahullah telah menyebutkan bab tentang permasalahan ini dengan perkataanya: ‘Bab tidak boleh mengatakan si fulan syahid’.
        Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al-Fath (Fathul Bari) VI/90: “Yaitu (tidak bolehnya mengatakan si fulan syahid) dengan memastikan hal itu, kecuali dengan wahyu.” 

        Nampaknya beliau mengisyaratkan kepada hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau berkhuthbah dengan mengatakan: 

        تقولون في مغازيكم فلان شهيد ، ومات فلان شهيدا ولعله قد يكون قد أوقر رحالته ، إلا لا تقولوا ذلكم ولكن قولوا كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ، من مات في سبيل الله ، أو قتل فهو شهيد.
        “Kalian mengatakan dalam peperangan kalian bahwa si fulan syahid, si fulan telah meninggal sebagai syahid dan mungkin saja dia telah memenuhi tunggangannya dengan beban yang banyak. Ketahuilah! Jangan kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: ‘barangsiapa yang meninggal dunia atau terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid’.”
        Ini adalah hadits hasan yang dikeluarkan oleh Ahmad, Sa’id bin Manshur, dan selain keduanya dari jalan (sanad) Muhammad bin Sirin dari Abul ‘Ajfa’ dari ‘Umar.” -selesai perkataan beliau-. 

        Dan juga (larangan mepersaksikan bahwa si fulan syahid) karena persaksian terhadap sesuatu itu tidaklah tepat kecuali dengan ilmu. Syarat seseorang dikatakan syahid adalah ketika dia berperang (dengan niat) untuk meninggikan kalimat Allah. Dan seperti ini adalah niat yang sifatnya bathin (tidak nampak), dan tidak ada jalan sedikitpun (bagi manusia) untuk mengetahui apa yang diniatkan oleh seseorang.
        Oleh karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda -mengisyaratkan hal yang demikian-: 

        مثل المجاهد في سيبل الله ، والله أعلم بمن يجاهد في سبيله …
        “Permisalan orang yang berjihad di jalan Allah -dan Allah Maha Mengetahui siapa yang benar-benar berjihad di jalan-Nya- …”
        Dan sabdanya: 

        والذي نفسي بيده لا يكلم أحد في سبيل الله ، والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما اللون لون الدم ، والريح ريح المسك.
        “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas di dalamnya)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma misik.” Dua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari shahabat Abu Hurairah.
        Akan tetapi barangsiapa yang secara zhahir (nampak) baik, maka kita berharap kebaikan bagi dia, namun tidak kemudian kita memberikan persaksian bahwa dia syahid, dan tidak pula berburuk sangka padanya, sikap berharap (kebaikan untuk dia) adalah sikap yang berada di antara dua sikap (yang berlawanan, yaitu sikap bermudah-mudahan dalam memvonis seseorang sebagai syahid dan sikap berburuk sangka). 

        Namun tindakan kita terhadap seseorang (yang meninggal di jalan Allah) di dunia ini adalah memperlakukannya sama dengan hukum (perlakuan) terhadap para syuhada’. Jika dia terbunuh ketika jihad fi sabilillah, maka dia dimakamkan beserta dengan darah dan pakaian yang dia kenakan ketika itu, serta tidak dishalati. Dan jika dia meninggal karena sebab yang lainnya (selain berperang fi sabilillah), namun meninggal karena sesuatu yang bisa menjadikan dia tergolong syahid[1], maka dia tetap dimandikan, dikafani, dan dishalati. 

        Dan juga (larangan mempersaksikan bahwa si fulan syahid) karena kalau seandainya kita mempersaksikan bahwa si fulan syahid, maka persaksian itu akan mengharuskan persaksian bahwa dia termasuk penghuni Al-Jannah (surga). Ini adalah hal yang menyelisihi prinsip Ahlussunnah, karena mereka (Ahlussunnah) itu tidaklah mempersaksikan bahwa seseorang termasuk penghuni al-jannah kecuali bagi orang yang memang telah dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (bahwa dia adalah penghuni al-jannah), baik itu persaksian dengan menyebutkan sifat (secara umum)[2] maupun persaksian terhadap individu tertentu[3].
        Sebagian ulama berpendapat tentang bolehnya juga memberikan persaksian seperti ini (bahwa si fulan syahid) bagi orang yang memang umat ini telah bersepakat terhadap pujian kepadanya. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’ala. 

        Dari sini, telah nampak jelas bahwasanya tidak diperbolehkan bagi kita untuk memberikan persaksian terhadap seseorang bahwa dia adalah syahid kecuali dengan adanya nash (dalil) atau adanya kesepakatan umat atas hal ini. Akan tetapi, barangsiapa yang secara zhahir (nampak) dia adalah baik, maka kita berharap kebaikan baginya sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Dan ini sudah cukup untuk menunjukkan keutamaan dia, adapun (apa yang ada di dalam hatinya), maka yang mengetahui hanyalah Sang Penciptanya subhanahu wata’ala saja.


        NOTE 
        [1] 
        Perlu diketahui bahwa di dalam hadits-hadits yang shahih disebutkan bahwa seseorang yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, karena tenggelam, karena membela harta dan kehormatannya, dan lain sebagainya, maka dia tergolong syahid, namun kita tetap mempelakukan jenazahnya seperti biasa: dimandikan, dikafani, dan dishalati. Berbeda dengan seseorang yang meninggal di tengah-tengah medan jihad (perang) fi sabilillah, maka dia tidak dimandikan dan tidak dishalati, serta dimakamkan dengan tetap memakai baju yang dia kenakan ketika itu beserta darah atau luka pada tubuhnya. Wallahu a’lam. 
        [2] 
        Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih bahwa seorang yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, karena tenggelam, karena membela harta dan kehormatannya, maka dia tergolong syahid. Bahkan disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shalih secara umum mereka adalah penghuni al-jannah.[3] Seperti persaksian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap sepuluh shahabatnya bahwa mereka adalah penghuni al-jannah, yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan yang lainnya. Wallahu a’lam.
        Sumber: http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=1037 
        Diterjemahkan dan diberi catatan kaki oleh Abu Yahya Hayat dan Abu ‘Abdillah Kediri. 
        Terima kasih Sobat, anda telah membaca Artikel Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’? yang mana Artikel ini mungkin bermanfaat bagi sobat-sobat semua. Adapun Keluh,kesah dan unek-unek Sobat setelah membaca Artikel Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’? ini. . . dapat Sobat sampaikan melalui kotak Curhatan di bawah ini

        Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’?
        Menyukai & Bagikan Artikel :
        Komen gak Komen yang Penting Thank You...
        http://maubacabaewis.blogspot.com/

        Translate

        Ketahuilah

        http://maubacabaewis.blogspot.com/

        Kotak Pencarian

        Google Yahoo Msn
        http://maubacabaewis.blogspot.com/







          *Tiket bayi tidak mendapat kursi



          Suara Termerdu di Gereja

          Al-Haqqah - Hari Kiamat

          Powered by Blogger.

          Kumpulan Majalah & Video

          http://maubacabaewis.blogspot.com/
          Powered By Blogger

          Click Gambar ini

          Kumpulan Link Unik

          http://maubacabaewis.blogspot.com/

          http://maubacabaewis.blogspot.com/
          http://maubacabaewis.blogspot.com/http://maubacabaewis.blogspot.com/ http://maubacabaewis.blogspot.com/
          http://maubacabaewis.blogspot.com/
          http://maubacabaewis.blogspot.com/

          Followers Setia

           
          Copyright © http://maubacabaewis.blogspot.com Designed for Ali Nurudin alias Ali Baewis